by Akhyari Hananto
Beberapa hari yang lalu
adalah hari berkabung bagi rakyat Amerika Serikat, salah satu pahlawan luar
angkasanya, yang mereka sebut Space Legend, Neil Amstrong, meninggal dunia
dalam usia 82 tahun. Saya mencoba mengingat-ingat kembali pendaratan pertama
manusia di permukaan bulan pada 20 Juli 1969 oleh pesawat luar angkasa Apollo
11 yang dikendarai Neil Amstrong, Edwin Buzz Aldrin, dan Michael Collins. Waktu
saya SD dulu (akhir 80-an), guru IPS saya mewanti-wanti untuk mengingat nama
ketiganya, dan juga nama pesawat yang dipakai berangkat dan mendarat di bulan
(meski yang sering keluar dalam ujian adalah tanggal mereka mendarat).
Pak
Yadi, guru SD saya tersebut selalu mengatakan bahwa meski dia mungkin tidak
akan melihat orang Indonesia mendaratkan kaki di bulan semasa hidupnya kelak,
paling tidak anak didiknya bisa menyaksikan Indonesia berkiprah di luar
angkasa, atau bahkan menjadi pelaku pendaratan tersebut. “Kalau Amerika bisa, Indonesia pasti bisa. Wong orang-orang
Amerika juga minum air seperti kita, bukan minum bensin” adalah salah satu
perkataannya yang selalu saya ingat.
Pak
Yadi, guru SD saya tersebut selalu mengatakan bahwa meski dia mungkin tidak
akan melihat orang Indonesia mendaratkan kaki di bulan semasa hidupnya kelak,
paling tidak anak didiknya bisa menyaksikan Indonesia berkiprah di luar
angkasa, atau bahkan menjadi pelaku pendaratan tersebut. “Kalau Amerika bisa, Indonesia pasti bisa. Wong orang-orang
Amerika juga minum air seperti kita, bukan minum bensin” adalah salah satu
perkataannya yang selalu saya ingat.Perlu diingat, bahwa awalnya Amerika tertinggal dari Uni Sovyet (musuh besarnya di era Perang Dingin) dalam hal eksplorasi luar angkasa. Pada 4 Oktober 1957, atau 12 tahun sebelum diluncurkannya Apollo 11, Uni Sovyet sudah meluncurkan satelit luar angkasa pertamanya, Sputnik-1, yang peluncurannya sangat mengagetkan, terutama bagi Amerika Serikat, yang merasa bahwa Uni Sovyet sudah selangkah lebih maju dibanding mereka dalam space race, atau perlombaan menguasai luar angkasa. Presiden AS waktu itu Dwight D. Eisenhower bahkan menyebut keberhasilan peluncuran tersebut sebagai Sputnik Crisis, dan dengan segera membentuk National Aeronautics and Space Act (NASA) pada Juli 1958.
Pak Yadi juga bercerita
bahwa Amerika Serikat makin ‘tersengat’ ketika pada 12 April 1961, Uni Sovyet
berhasil meluncurkan manusia pertama ke luar angkasa melalui pesawat Vostok-1,
yang membawa Yuri Gagarin di dalamnya. Begitu besarnya pengaruh ‘prestasi’
tersebut, hingga bahkan di Indonesia masa itu banyak yang menamakan bayi-bayi
yang baru lahir dengan nama ‘Gagarina’. Wallahua’lam.
Keinginan kuat dari
seluruh bangsa untuk mengejar ketertinggalan tersebut, membuat seluruh bangsa
bergerak, mulai dari president, para menteri, anggota kongres, scientist,
jurnalis, politisi, kampus-kampus, hingga rakyat biasa. Yang paling diingat
orang adalah pidato John F. Kennedy pada 12 September 1962, sebuah pidato
monumental berjudul “Why we choose to go to the moon” yang menegaskan keinginan
Amerika untuk memenangi penjelajahan angkasa, yg terucap rencana pendaratan
manusia di permukaan bulan:
“We choose to go to the moon. We choose to go to the moon in this decade
and do the other things, not because they are easy, but because they are hard,
because that goal will serve to organize and measure the best of our energies
and skills, because that challenge is one that we are willing to accept, one we
are unwilling to postpone, and one which we intend to win, and the others,
too.”
(Kita memilih untuk pergi ke bulan. Kita memilih untuk pergi ke
bulan pada dekade ini, bukan karena melakukannya adalah mudah, tetapi justru
karena sulit, karena cita-cita tersebut akan berguna untuk mengatur dan
mengukur energi dan keterampilan terbaik yang kita miliki, karena tantangan itu
adalah salah satu yang kita bersedia menerimanya, satu yang tidak akan kita
tunda, dan satu yang ingin kita menangi”).
Guru SD saya , pak Yadi
sangat sering menggunakan kalimat Kennedy yang ini “Kita
memilih untuk pergi ke bulan pada dekade ini, bukan karena melakukannya adalah
mudah, tetapi justru karena sulit”. Dan Neil Amstrong beserta
2 astronot lain, NASA, dan para ilmuwan Amerika Serikat sukses membawa anak
bangsa Amerika pergi ke bulan, dan mimpi Kennedy, mimpi bangsa, tercapai. Dan waktunya
pun sesuai dengan waktu yang ditargetkan Kennedy, menjelang akhir dekade 60-an.
Beberapa hari yang lalu
saya diprotes melalui twitter, karena nge-tweet bahwa Indonesia akan masuk
dalam 7 besar negara dengan PDB terbesar di dunia (saat ini nomor 16). Respon
yang paling banyak saya terima adalah saya kebanyakan mimpi dan tidak melihat
realitas. Bahkan ada yang bilang bahwa Indonesia tidak mempunyai sumber daya
manusia yang memadai, pemerintah yang lemah, kebijakan yang lemah, dan sedang
menuju menjadi negara gagal, dan makin turun kelas.
Memahami betapa mulai
lunturnya kepercayaan diri orang-orang saat ini, membuat saya mengingat kembali
penggalan pidato Kennedy yang selalu digaung-gaungkan oleh guru SD dulu.
Menggapai kejayaan, kemakmuran bagi seluruh bangsa, menjadi bangsa yang
dihormati dunia, tentu bukan hal mudah, justru karena hal tersebut sulit
dicapai, kita seyogianya merasa tertantang. Karena melakukan sesuatu yang sulit
akan ‘memaksa’ kita menguras dan menggunakan seluruh kemampuan, skill, inovasi,
networking, negosiasi, dan berbagai macam hal lain, dan bergerak ke depan
bersama-sama sekuat tenaga, dan percaya diri, bahwa kita mampu. Tanpa keyakinan
dan kepercayaan diri seperti itu, bisa jadi memang tweet saya tidak pernah
tercapai.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar