Tulisan ini memang saya
maksudkan sebagai bahan perenungan buat saya pribadi mengenai makna pendidikan.
Menurut saya, sudah sepantasnyalah para insan pendidikan (guru, dosen, pelatih,
dan sebagainya) selalu merenungi makna profesinya sebagai pendidik dan juga
hakekat atau filosofi pendidikan itu sendiri.
Dari berbagai sumber
bacaan, saya mencatat bahwa tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara, pendiri perguruan Taman Siswa pernah mengungkapkan jauh
sebelum Indonesia merdeka bahwa tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri”
sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia. Penguasaan diri
merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang
mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka
akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang
mandiri dan dewasa. Terlihat jelas bahwa Ki Hajar Dewantara ini sangat
mementingkan sisi humanis dari manusia, dan derajat sisi humanis ini jauh lebih
tinggi daripada sekedar membentuk manusia menjadi “tukang dengan keahlian yang
tinggi”.
Lebih lanjut Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa “pengajaran” dan “pendidikan”
adalah dua hal yang berbeda, tetapi harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat
memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan)
dengan memberikan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan, dan meluaskan
wawasan, sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin
(otonomi berpikir dan mengambil keputusan dan bermartabat) yang intinya membuat
manusia sanggup mengangkat harkat dan martabatnya dalam kehidupan sosial
bermasyarakat, bahkan dalam pergaulan internasional.
Mengenai metode pendidikan, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan harus mampu menghasilkan peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Dengan demikian, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita betapa pentingnya peranan seorang pendidik, di mana harus mampu melakukan asih (mendidik dengan tulus), asah (selalu mengasah ilmu dan keterampilan anak didik), serta asuh (selalu memotivasi peserta didik untuk menjadi yang terbaik dan memegang teguh etika dan kebenaran).
Mengenai metode pendidikan, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan harus mampu menghasilkan peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Dengan demikian, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita betapa pentingnya peranan seorang pendidik, di mana harus mampu melakukan asih (mendidik dengan tulus), asah (selalu mengasah ilmu dan keterampilan anak didik), serta asuh (selalu memotivasi peserta didik untuk menjadi yang terbaik dan memegang teguh etika dan kebenaran).
Sejalan dengan Ki Hajar
Dewantara, tokoh pendidikan pendidikan nasional lainnya, Angku M. Sjafei,
pendiri Perguruan INS Kayu Tanam di Sumatera Barat pada tahun 1930-an
mengatakan bahwa dasar pendidikan haruslah berorentasi pada kecakapan hidup,
dimana otak, raga dan kalbu merupakan tiga bagian anugerah Tuhan dalam tubuh
manusia. Jika ketiga unsur ini bersinergi akan menghasilkan manusia yang utuh
dalam menapaki hidup.
Angku M. Sjafei juga
memberikan perhatian khusus kepada kemampuan gerak atau motorik yang harus
dikembangkan sejak dini. Beliau mengatakan bahwa tangan-tangan mungil anak-anak
yang terus bekerja aktif itulah yang akan mendorong kecerdasan mereka.
Anak-anak harus dibawa pada keterampilan mengolah tanah liat, menggunting,
serta merobek kertas. Pada anak-anak usia 0-8 tahun inilah terdapat
penyempurnaan pertumbuhan tiap-tiap bagian tubuh sehingga juga mempengaruhi kejiwaan
anak.
Ternyata, jauh sebelum
Indonesia merdeka pada tahun 1945, kedua tokoh pendidikan di atas sudah mampu
meletakkan dasar filosofi pendidikan yang luar biasa. Sejatinya, setelah
Indonesia merdeka, apa yang mereka cita-citakan sudah jauh lebih baik
realisasinya. Inilah yang menjadi perenungan kita saat ini. Apakah sistem pendidikan kita sudah mampu menghasilkan generasi yang
diidamkan oleh Ki Hajar Dewantara dan Angku M. Sjafei? Apakah kita sebagai
insan pendidikan juga sudah memberikan yang terbaik untuk mencerdaskan
kehidupan? …
Pendidikan adalah sesuatu
yang harus berjalan apapun kondisinya …

Tidak ada komentar:
Posting Komentar